Setiap
harinya kita melihat ada banyak hal yang berubah disekeliling kita. Wajah-wajah
baru mulai hadir, setiap akhir tahun ajaran gerbong orang-orang muda
berdatangan dari berbagai penjuru dengan segala latar belakang, mereka
membanjiri Universitas di seluruh indonesia sebagai salah satu pilihan favorit
bagi mereka yang berminat jadi mahaiswa. Pendidikan mendapat perhatian penting
bagi masyarakat, dampak positifnya memunculkan sekolah-sekolah tinggi dan
perguruan tinggi yang tersebar dengan beragam jurusan.
Mencari
ilmu! Itulah jawaban klise yang sering menghiasi bibir mahasiswa baru ketika
ditanya apa tujuan kamu kuliah. Malah ada yang dengan pongah menjawab “ingin
jadi orang yang berguna bagi nusa-bangsa dan agama” ini tentu semakin
membingungkan. Apakah benar demikian? Sudah yakinkah kita dengan apa yang ingin
kita tuju sebelum menentukan langkah kedepan? Pertanyaan yang kelihatan tidak
popular dikalangan orang muda ini, ternyata membutuhkan jawaban konkrit yang
memberi arah pasti.
Sisi
lain potret mahasiswa dari waktu ke waktu semakin memprihatinkan, semakin
sedikit mahasiswa yang menekuni budaya ilmiah, jarang yang konsisten dengan apa
yang diucapkan diawal masuk kuliah. Banyak yang menghabiskan masa 5 sampai 7
tahun tersebut, justru dalam kesia-siaan, hura-hura yang jauh dari aktivitas akademik
apalagi menggeluti aktivitas sebagai agen of change bagi problematika yang
dihadapi oleh masyarakat. Waktu terbuang dengan percuma tanpa membaca, tanpa
diskusi, berita-berita dan peristiwa hanya angin lalu. Kita lebih senang jadi
penonton film dan sinetron, lebih suka beli majalah mode, camping, sms-an,
peutimang gaya, cuma jadi pendengar pasif di kampus, berharap nilai bagus tapi
malas kuliah, persaingan gaya hidup serta apatis dengan lingkungan sekitar.
Kalaupun
ada mahasiswa baru yang berorganisasi baik yang aktif di intra kampus seperti
BEM, BEM-F, MPM, DPMF, HMJ hingga UKM dan yang memilih aktif di ekstra kampus
seperti IMM, KAMMI, HMI, SMUR, PMII, GMNI paguyuban mahasiswa kabupaten dan
kecamatan dll, justru tidak berkembang dengan baik, karena doktrinisasi atau
kubu-kubu warisan kakak tingkat sehingga terbentuknya generasi rapuh yang
kental dengan sikap subyektifisme. Melengkapi kenyataan tersebut, ketika tidak
adanya ruang debat ilmiah atau forum-forum diskusi yang dibuat oleh
masing-masing kelompok secara fair menjaring minat, menjadi instrumen penting
bagi mahaiswa baru agar obyektif menentukan pilihan sesuai minat, sebelum
memutuskan bergabung aktif dalam sebuah organisasi yang disukai.
Setiap
zaman memiliki anak-anak sejarahnya, setiap masa mempunyai keistimewaan
tersendiri yang berbeda dari situasi sebelumnya. Mahasiswa juga demikian, tiap
angkatan memiliki keistimewaan tersendiri sesuai keadaan dan waktu yang sedang
melaju. Seorang mahasiswa baru tidak perlu terbebani oleh masa lalu yang terjadi.
Masalah-masalah real yang terjadi saat sekaranglah yang jadi pijakan kita dalam
berfikir dan berkiprah (primer). Hubungan dengan historis tetap penting
(sekunder) sebagai rangkaian pelajaran yang tidak dapat diabaikan, karena gerak
peristiwa yang lalu mungkin saja berulang kembali dalam kualitas yang berbeda
dan pelaku yang berbeda pula.
Setiap
mahasiswa juga punya gaya hidup sendiri-sendiri. Gaya hidup mahasiswa yang
aktivis cenderung menghabiskan waktunya untuk mengikuti organisasi di
universitas seperti BEM atau unit kegiatan mahasiswa yang lainnya. Lain hal
dengan mahasiswa yang non aktivis. Mereka lebih suka bersenang dan menghabiskan
waktunya untuk berhura-hura, tetapi ada juga sebagian mahasiswa non aktivis
menjawab kenapa mereka tidak suka atau tidak ikut organisasi?? Karena mereka
ingin fokus terhadap kuliahnya. Mereka tidak ingin kuliahnya terbengkalai
gara-gara ikut organisasi. Terkadang mereka pergi ke kampus, mengerjakan dan
mengumpulkan tugas, kembali ke tempat kost mereka atau pergi ke warnet hanya
mengerjakan tugas kuliahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar