Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “zhalim” berarti: bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, kejam, menganiaya, dan berbuat sewenang-wenang.
1. Meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam Peribahasa Arab disebutkan;
Peribahasa ini dikatakan kepada seseorang yang menyerahkan urusannya kepada orang yang tidak amanat, seperti menyerahkan gembalanya kepada serigala, atau manusia yang mempunyai sifat seperti serigala yang melahap apa saja yang ada di depannya.
2. Menyekutukan Allah, sebagaimana dalam firman Allah;
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, sewaktu dia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
3. Mengurangkan, sebagaimana firman Allah;
4. Mengingkari, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah;
5. Sewenang-sewenang kepada sesama manusia
“(Dzulkarnain) berkata: “Adapun orang yang berbuat sewenang-wenang kepada orang lain maka kami akan menyiksanya (memberikan sangsi atas perbuatannya), kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan akan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.”
6. Kejam terhadap diri-sendiri, sebagaimana firman Allah;
Yang dimaksud dengan “orang yang berbuat kejam terhadap dirinya sendiri” adalah orang yang lebih banyak berbuat kesalahan daripada kebaikan.
Maksudnya, Nabi Musa telah berbuat zhalim terhadap dirinya karena ia Musa memukul orang dari golongan Fir’aun yang menyebabkan kematian orang tersebut.
“Dan mereka mengingkarinya karena kejam dan kesombongan pada hal mereka meyakini kebenarannya.”
Dari uraian di atas tentang “zhalim” kita simpulkan enam arti yang berbeda, yaitu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, menyekutukan Allah (syirik), mengurangkan, sewenang-wenang terhadap orang lain, dan kejam kepada diri- sendiri. Keenam arti tersebut semuanya berarti yang negatif.
Kalau kita cermati dan merenungkannya makna zhalim tersebut secara seksama, yang pasti kita berada pada salah satu makna itu. Letak bedanya, ada yang berat dan ada yang ringan. Yang paling berat adalah menyekutukan Allah, sebagaimana firman-Nya;
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendakinya.”
Kita sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa sewajarnya bertaubat dari dosa-dosa yang kita perbuat. Kalau kesalahan yang kita perbuat itu menyangkut dengan sesama manusia, maka seyogiyanya kita mencari dan mendatangi orang itu untuk meminta maaf. Sekiranya orang itu telah meninggal, sebaiknya kita mencari ahli warisnya. Kalau berhubungan dengan diri sendiri karena berbuat dosa besar, seperti berzina atau minum khamar atau yang lainnya, maka kita harus bersegera bertaubat kepada Allah Swt. dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatan itu. Dan, yang paling penting kita harus berbaik sangka kepada Allah, jangan sekali-kali terlintas dalam pikiran kita bahwa Tuhan berlaku zhalim terhadap hamba-Nya, sebagaimana firman Allah berikut ini:
“Apakah kamu tidak memikirkan orang yang menganggap dirinya bersih, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.”
Kita setiap saat dituntut untuk bertaubat kepada Allah. Taubat bukanlah sekedar mengucapkan istighfar yang mengalir lancar dari mulut, melainkan ekspresi atas tergelincirnya seseorang dan ungkapan emosional atas besarnya dosa yang telah dia perbuat, sehingga meluaplah penyesalan atas kesalahan yang dilakukannya kepada Tuhan dan juga pada dirinya sendiri. Hal seperti ini menuntut tekad dan semangat membara.
Taubat bukan hanya atas kemaksiatan yang dilakukan seseorang kepada Tuhannya, seperti melalaikan kewajiban melaksanakan shalat, puasa dan sebagainya, tetapi juga harus atas kesalahan yang dilakukannya kepada sesama manusia. Tak jarang manusia melakukan kezhaliman tanpa bertaubat, karenanya ia menjadi terbiasa melakukan hal itu. Taubat dapat juga dihalangi karena lupa, sehingga seseorang tidak merasa bahwa dia telah melupakan sebagian kelaliman yang dibuatnya. Tak jarang banyak orang menganggap seolah-olah dirinya telah bertaubat atas seluruh dosa, padahal sebenarnya dia masih terus berbuat kezhaliman. Terkadang seseorang cenderung pada sejumlah kemaksiatan dan secara berkelanjutan masih melakukan kezhaliman dengan dalih bahwa hidayah itu datangnya dari Allah. Andai Allah akan mengampuninya, maka saatnya nanti juga dia akan bertaubat. Penangguhan taubat adalah manipulasi atau trik jiwa. Apakah orang tersebut yakin bahwa kematian tidak akan menghampirinya sebelum bertaubat ?
Guna mengumpulkan tekad dan memperkuat semangat, seseorang juga harus sering mengejek diri sendiri. Bagaimana mungkin seseorang mengejar kenikmatan sekejap yang diakhiri penyesalan abadi? Dan orang bertaubat selalu menjadikan jiwanya dalam kewaspadaan, menanamkan kesadaran bahwa di belakang semua ini ada sesuatu yang mengancam pelaku maksiat dan menjanjikan ridha Allah dengan bertaubat. Sehingga, bangkitlah penyesalan dari dalam dirinya dan tersebarlah pada setiap sendinya kesedihan atas perbuatannya. Itu akan membuat jiwa merasa berat melakukan kezhaliman, sebab dia tidak lagi dapat menikmati lezatnya perbuatan zhalim dan tidak lagi mampu mencicipinya dengan nyaman. Bahkan, kesenangan duniawi yang hendak dirasakannya diiringi oleh kebimbangan dan hawa nafsu diikuti oleh kepedihan, yang berakibat pada terhalangnya keinginan untuk meneruskan perbuatan zhalim. Seseorang sebaiknya menggunakan sarana muhasabah dan muraqabah agar jiwanya tidak ditutupi dengan nafsu dan tidak serta merta membenarkan perbuatannya.
Dengan demikian, zhalim dengan berbagai maknanya seperti yang dijelaskan di atas, dengan dalil-dalil al-Qur’an yang menyertainya, adalah perbuatan negatif dan hampir tidak ada seorang manusiapun yang lolos dan tidak terlibat dengannya. Untuk itu, mari kita senantiasa mengadakan interospeksi terhadap diri kita sendiri. Akhirnya, marilah kita bertaubat dengan segala niat yang suci, jiwa yang bersih, etika yang utuh, dan iman yang teguh
Dalam bahasa Arab, “zhalim” terambil dari akar kata; ظَـلَمَ : يَـظْلِمُ : ظُـلْمَـةً وظَـلَمًـا ومَـظْلَـمَـةً yang mengandung beberapa makna sebagai berikut:
مَنِ اسـتَرْعَـى الذِّئْبَ فقد ظَلَمَ
“Barangsiapa menjadikan serigala sebagai penggembala, maka dia telah zhalim.”Peribahasa ini dikatakan kepada seseorang yang menyerahkan urusannya kepada orang yang tidak amanat, seperti menyerahkan gembalanya kepada serigala, atau manusia yang mempunyai sifat seperti serigala yang melahap apa saja yang ada di depannya.
2. Menyekutukan Allah, sebagaimana dalam firman Allah;
وإذ قال لقمانُ لابـنه وهو يَعِظُـهُ، يا بُـنَـىَّ لا تُشْرِكْ بِالله، إِنَّ الشِّرْكَ لـَظُـلـمٌ عَظِيْمٌ . لقمان \31: 13
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, sewaktu dia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
الذين آمَنُوا ولم يَلْبِسُوا إِيمـَانَـهُم بِظُلْمٍ أُولَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وهم مُهْتَدُون.
(الأنعام\6 : 82)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kzhaliman, yaitu syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.3. Mengurangkan, sebagaimana firman Allah;
كِلْتَا الجَـنَّـتَـْينِ آتتْ أُكُلَهَـا ولم تَظْلِمْ منـه شـيـئًـا وفجَّرْنـَا خلالهمـا نـهـــــرا
“Kedua kebun itu menghasilkan buahnya dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun serta Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.”إلاَّ من تاب وآمن وعمل صالحـًا فأولَئِـك يدخلون الجـنـةَ ولا يُظْلَمـون شيـئـًا
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dikurangi sedikitpun.”فاليومَ لا تُظلَـمُ نفسٌ شـيـئًـا
“Maka pada hari itu (hari pembalasan) seseorang tidak akan dikurangi sedikitpun.”4. Mengingkari, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah;
وما منعَنَـا أن نُرسِلَ بالآياتِ إلا أن كَذَّب بها الأوَّلون ، وآتَـيـنَـا ثمـودَ النـَاقـةَ مُـبْصِرَةً فَظَلَمُـوا بِهَـا
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan Kami. Dan Kami berikan kepada kaum Tsamud unta betina sebagai mukjizat yang dapat disaksikan, tetapi mereka mengingkarinya. (bahkan membunuh unta tersebut, sehingga Allah membinasakan mereka seluruhnya).”ومن خـفَّـتْ موازيـنـُهُ فأولـئـك الذين خَـسِـرُوا أَنـفُـسَهـُمْ بمـا كانـوا بآيـاتـنـا يَظْـلِـمون
“Barangsiapa ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan diri sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.5. Sewenang-sewenang kepada sesama manusia
إنـما السبيلُ على الذين يَظْلِمـون الناسَ ويَـبغُـون فى الأرض بغير الحقَّ ، أولــئـك لهم عذابٌ أليمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orag-orang yang berbuat sewenang-wenang kepada sesama manusia dan melampaui batas tanpa hak ketika berada di dunia. Mereka iu mendapat azab yang pedih.”قال أمَّـا من ظلَمَ فسوف نعذِّبُـهُ ثمَّ يُرَدُّ إلى ربــه فَيُعَذِّبُـهُ عذاباً نُكراً
“(Dzulkarnain) berkata: “Adapun orang yang berbuat sewenang-wenang kepada orang lain maka kami akan menyiksanya (memberikan sangsi atas perbuatannya), kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan akan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.”
6. Kejam terhadap diri-sendiri, sebagaimana firman Allah;
ثم أََوْرَثْنـَا الكتابَ الذين اصْطَـفَـيْـنَـا مِن عبـادنـا ، فمنهم ظالم لنفسـه ومـنهم مقـتصـد ومنهم سابقٌ بالخيراتِ بإذن الله ، ذلك هو الفضل الكبير
“Kemudian, Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba-Ku. Lalu, di antara mereka ada yang berbuat kejam kepada diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”Yang dimaksud dengan “orang yang berbuat kejam terhadap dirinya sendiri” adalah orang yang lebih banyak berbuat kesalahan daripada kebaikan.
قال ربِّ إنِّى ظلمتُ نفسى فاغفرلى فغفر له
“Musa berdoa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat kejam atas diriku sendiri karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya.”Maksudnya, Nabi Musa telah berbuat zhalim terhadap dirinya karena ia Musa memukul orang dari golongan Fir’aun yang menyebabkan kematian orang tersebut.
وجحدوا بها واسْتـَيـْـقَـنَـتْهَـا أَنـفُسُهُم ظُـلماً وعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya karena kejam dan kesombongan pada hal mereka meyakini kebenarannya.”
Dari uraian di atas tentang “zhalim” kita simpulkan enam arti yang berbeda, yaitu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, menyekutukan Allah (syirik), mengurangkan, sewenang-wenang terhadap orang lain, dan kejam kepada diri- sendiri. Keenam arti tersebut semuanya berarti yang negatif.
Kalau kita cermati dan merenungkannya makna zhalim tersebut secara seksama, yang pasti kita berada pada salah satu makna itu. Letak bedanya, ada yang berat dan ada yang ringan. Yang paling berat adalah menyekutukan Allah, sebagaimana firman-Nya;
إنَّ الله لا يغفرُ أنْ يُشركَ بـه ويغفرُ ما دون ذلك لمن يشاء
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendakinya.”
Kita sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa sewajarnya bertaubat dari dosa-dosa yang kita perbuat. Kalau kesalahan yang kita perbuat itu menyangkut dengan sesama manusia, maka seyogiyanya kita mencari dan mendatangi orang itu untuk meminta maaf. Sekiranya orang itu telah meninggal, sebaiknya kita mencari ahli warisnya. Kalau berhubungan dengan diri sendiri karena berbuat dosa besar, seperti berzina atau minum khamar atau yang lainnya, maka kita harus bersegera bertaubat kepada Allah Swt. dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatan itu. Dan, yang paling penting kita harus berbaik sangka kepada Allah, jangan sekali-kali terlintas dalam pikiran kita bahwa Tuhan berlaku zhalim terhadap hamba-Nya, sebagaimana firman Allah berikut ini:
ألم تر إلى الذين يُزَكُّون أنفسَهم، بل اللهُ يُزَكِّى من يَشَـاء ولا يظلمون فـتـــيـلا
“Apakah kamu tidak memikirkan orang yang menganggap dirinya bersih, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.”
Kita setiap saat dituntut untuk bertaubat kepada Allah. Taubat bukanlah sekedar mengucapkan istighfar yang mengalir lancar dari mulut, melainkan ekspresi atas tergelincirnya seseorang dan ungkapan emosional atas besarnya dosa yang telah dia perbuat, sehingga meluaplah penyesalan atas kesalahan yang dilakukannya kepada Tuhan dan juga pada dirinya sendiri. Hal seperti ini menuntut tekad dan semangat membara.
Taubat bukan hanya atas kemaksiatan yang dilakukan seseorang kepada Tuhannya, seperti melalaikan kewajiban melaksanakan shalat, puasa dan sebagainya, tetapi juga harus atas kesalahan yang dilakukannya kepada sesama manusia. Tak jarang manusia melakukan kezhaliman tanpa bertaubat, karenanya ia menjadi terbiasa melakukan hal itu. Taubat dapat juga dihalangi karena lupa, sehingga seseorang tidak merasa bahwa dia telah melupakan sebagian kelaliman yang dibuatnya. Tak jarang banyak orang menganggap seolah-olah dirinya telah bertaubat atas seluruh dosa, padahal sebenarnya dia masih terus berbuat kezhaliman. Terkadang seseorang cenderung pada sejumlah kemaksiatan dan secara berkelanjutan masih melakukan kezhaliman dengan dalih bahwa hidayah itu datangnya dari Allah. Andai Allah akan mengampuninya, maka saatnya nanti juga dia akan bertaubat. Penangguhan taubat adalah manipulasi atau trik jiwa. Apakah orang tersebut yakin bahwa kematian tidak akan menghampirinya sebelum bertaubat ?
Guna mengumpulkan tekad dan memperkuat semangat, seseorang juga harus sering mengejek diri sendiri. Bagaimana mungkin seseorang mengejar kenikmatan sekejap yang diakhiri penyesalan abadi? Dan orang bertaubat selalu menjadikan jiwanya dalam kewaspadaan, menanamkan kesadaran bahwa di belakang semua ini ada sesuatu yang mengancam pelaku maksiat dan menjanjikan ridha Allah dengan bertaubat. Sehingga, bangkitlah penyesalan dari dalam dirinya dan tersebarlah pada setiap sendinya kesedihan atas perbuatannya. Itu akan membuat jiwa merasa berat melakukan kezhaliman, sebab dia tidak lagi dapat menikmati lezatnya perbuatan zhalim dan tidak lagi mampu mencicipinya dengan nyaman. Bahkan, kesenangan duniawi yang hendak dirasakannya diiringi oleh kebimbangan dan hawa nafsu diikuti oleh kepedihan, yang berakibat pada terhalangnya keinginan untuk meneruskan perbuatan zhalim. Seseorang sebaiknya menggunakan sarana muhasabah dan muraqabah agar jiwanya tidak ditutupi dengan nafsu dan tidak serta merta membenarkan perbuatannya.
Dengan demikian, zhalim dengan berbagai maknanya seperti yang dijelaskan di atas, dengan dalil-dalil al-Qur’an yang menyertainya, adalah perbuatan negatif dan hampir tidak ada seorang manusiapun yang lolos dan tidak terlibat dengannya. Untuk itu, mari kita senantiasa mengadakan interospeksi terhadap diri kita sendiri. Akhirnya, marilah kita bertaubat dengan segala niat yang suci, jiwa yang bersih, etika yang utuh, dan iman yang teguh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar