A. Definisi Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.
B. Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
1. Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
2. Teori Kebutuhan Manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
4. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
C. Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang pendidikan yaitu:
a. Proses Curriculum
Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan. Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
b. Mediation Program
Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.
c. Peaceable Classroom
Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.
d. Peaceable School
Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan Richard Bodine, 1996).
D. Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a. Dampak Positif dari Konflik
1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b. Dampak Negatif dari Sekolah
Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah.
Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.
Referensi
Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.
Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development. Chichester: John Wiley & Sons.
1 komentar:
bagus
Posting Komentar