SELAMAT MEMBACA

Senin, Maret 19, 2012

MASA DISINTEGRASI ( 1000 – 1250 M )

  A.Dinasti-Dinasti yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad.
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman bani Umayyah. Akan terlihat perbedaan antara pemerintahan bani Umayyah dengan pemerinatahan bani Abbas. Wilayah kekuasaan bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhanya, sejajar dengan batas wilayah kekuasaan Islam. Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu. Dengan pembiayaan upeti. Alasanya, pertama mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasa bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa bani Abbas, dengan berbagai cara diantaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh kholifah, kedudukanya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khiurasan.
Kecuali bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, propinsi-propinsi itu pada mulanya patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakan yang muncul. Namun, saat wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari Baghdad. Mereka tidak hanya menggerogogoti kekuasaan, bahkan diantara mereka ada yang berusaha mengusai kholifah itu sendiri.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pimimpin yang memiliki kekuasaan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen.
Dinasti dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasyiah, diantaranya adalah :
1.Yang berbangsa Persia :
a.Thahiriyah di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
b.Shafariyah di Fars (254-290 H/868-901 M)
c.Samaniyah di Transoxania (261-289 H/873-998 M)
d.Sajiyyah di Azerbeijan (266-318 H/878-930 M)
e.Buwaihiyah bahkan menguasai Baghdad (320-447 H / 932-1055 M)
2.Yang berbangsa Turki
a.Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M)
b.Ikhsyidiyahdi Turkistan (320-560 H/932-1163 M)
c.Ghazanawiyah di Afganistan (351-585 H/962-1189 M)
d.Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
·         Seljuk besar atau Seljuk agung (429-522 H/1037-1127 M)
·         Seljuk Kirman di Kirman (433-583 H/1040-1187 M)
·         Selhuk Syiria atau Syam di Syiria (487-511 H/1094-1117 M)
·         Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan (511-590 H/1117-1194 M)
·         Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia kecil (470-700 H/1077-1299 M)
3.Yang berbangsa Kurdi
a.Al Barzuqani (348-406 H/959-1015 M)
b.Abu Ali ((380-489 H/990-1095 M)
c.Ayubiyah (564- 648 H/1167-1250 M)
4.Yang berbangsa Arab
a.Idrisiyah di maroko (172-375 H/788-985 M)
b.Aghlabiyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M)
c.Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H/825-898 M)
5.Yang mengaku dirinya sebagai kholifah
a.Umawiyah di spanyol
b.Fathimiyah di mesir3



B.Perebutan Kekuasaan Di Pusat Pemerintahan
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Nabi Muhammad memang tidak menentukan bagaiman acara penggantian pemimpin setelah ditinggalkanya. Beliau menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin sejalan dengan jiwa kerakyatan yangberkembang dikalangan masyarakat Arab dan ajaran demokrasi dalam Islam. Setelah nabi wafat, terjadi pertentangan pendapat diantara kaum muhajirin dan anshar dibalai kota bani Sa’idah di madinah. Akan tetapi, karena pemahaman keagaamaan mereka yang baik, semangat musyawarah, ukhuwah yang tinggi, perbedaan itu dapat diselesaikan. dan Abu Bakar terpilih menjadi khalifah.
Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan kekuasaan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ali terbunuh oleh bekas pengikutnya sendiri.
Pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada masa Ali ini bertujuan untuk menjatuhkanya dari kursi khalifah dan diganti oleh pemimpin pemberontak itu. Hal ini sama juga terjadi pada masa kekhalifahan bani Umayyah di Damaskus. Seperti pemberontakan Husein bin Ali, syi’ah yang dipimpin oleh Ali Muchtar.
Pada pemerintahan bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Ditangan tentara Turkilah khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tanagn orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), Daulah Abbasyiah berada dibawah kekuasaan bani Buwaih.
Kelahiran bani Buwaih berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaih, pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rizki. Keadaan khalifah lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah, sementara bani Abbas adalah Sunni. Selama masa kekuasaan bani Buwaih sering terjadi kerusuhan antara kelompok Ahlus sunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara tersebut.
Setelah Baghdad dikuasai, bani Buwaih memindahkan markaz kekuasaan dari Syiraz ke Baghdad. Mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota bernama Dar Al Mamlakah. Tetapi, kendali politik berada di Syiraz, tempat Ali bin Buwaih (saudara tertua) bertahta. Para pegnguasa bani Buwaih mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusteraan.
Kekuasaan politik bani Buwaih tidak lama bertahan. Setelah generasi pertama, tiga saudara tersebut. Kekuasaan menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat.
Faktor-faktor yang membawa kemunduran dan kehancuran bani Buwaih yaitu :
1.Faktor internal
    Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan
    Pertentangan dalam tubuh militer
2.Faktor eksternal
    Semakin gencarnya serangan-serangan Bizantium ke dunia Islam.
    Semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan Baghdad.

Dinasti Seljuk berhasil merebut keuasaan dari bani Buwaih . jatuhnya kekuasaan bani Buwaih ketangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan. Setelah Seljuk meninggal, kepemimpinana di lanjutkan oleh anaknya, Israil. Namun Israil dan Mikail, penggantinya ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah. Kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh Thugrul bek.
Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah dinasti Seljuk berkuasa. Kewibawaan dalam bidang agama di kembalikan setelah beberapa lama dirampas orang-orang Syi’ah. Bukan hanya pembangunana mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Seljuk banyak meninggalkan jasa. Seperti masjid, jembatan, irigasi, jalan raya.
Setelah Maliksyah dan perdana menteri Nizham Al Mulk wafat Seljuk besar mulai mengalami masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan dianatar anggota keluarga, setiap propinsi berusaha melepaskan diir dari pusat, konflik-konflik da peperangan antar anggota keluarga.

C.Sebab –Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Sebagai mana terlihat dalam periodesasi khilafah Abbasyiah , masa kemunduran dimuilai sejak periode kedua, namun demikian faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada periode itu sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil. Tetapi jika kholifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan
Disamping kelemahan kholifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasyiah hancur. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1.Luasnya wilayah yang harus di kendalikan
Ini sama seklai bukanya tidak dapat diatasi, tetapi salah satu persyaratan untuk mempersatukan wilayah yang sangat luas harus ada suatu tingkat saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-penguasa utama dan pelakasana pemerintah,. Penghukuman mati, sering setelah disiksa, adalah perlakuan biasa terhadap para wazir yang di berhentikan, pemenjaraan dan penyitaan harta adalah praktek normal.
Dalam keadaan seperti itu hampir bisa dipastikan bahwa setiap orang pasti akan mencari keuntungan bagi dirinya dengan merugikan orang lain, dan akibatnya adalah makin sulit bagi khalifah untuk memperoleh orang-orang yang akan di tunjuk sebagai gubernur propinsi yang bisa dipercaya.

2.Meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Hal ini berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam tekhnologi militer. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang di keluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Demikianlah untuk mempertahankan posisinya kholifah memerlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggunlangi beberapa gubernur pembangkang pada saat yang sama, tetapi beban keuangan ini makin lama makin sulit diatasi.10

3.Keuangan
Begitu kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup mengirimkan pajak ke Baghdad dan penghasilan menurun dan ini bisa berarti ada pemberontakan oleh tentara atau kekuatan militernya berkurang sehgingga berkurang pula kemampuan nya mengumpulkan pajak. Karena tidak ada bank yang dimintai pinjaman uang oleh kholifah, maka jalan satu-satunya dalam kedaruratan keuangan ini ialah menerapkan denda yang besar, atau penyitaan begitu saja, dari orang-orang kaya yang bagaimanapun sebagaian besar kekayaanya mungkin di dapat secara tidak sah.
Berbagai hal lain juga disebutkan yang memperparah kesuliatan keuangan. Tentara di beri tanah bukanya uang, dan ini mengurangi jumlah yang harus dibayar keperbendaharaan Negara. Untuk menghindari penyitaan orang-orang memberikan harta berdasar waqaf dan ini bisa di berikan kepada keluarganya sendiri11

4.Persaingan antar bangsa.
Khilafah Abbasyiah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib yaitu sama-sama ditindas pada masa bani Umayyah
Ada sebab-sebab dinasti Abbas memilih orang- orang Persia dari pada orang Arab. Pertama, sulit, bagi orang-orang arab untuk melupakan bani Umayyah. Kedua, orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ushabiyah kesukuan.
Meskipun demikian, orang-orang Persia itu merasa puas. Mereka menginginkan dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir ditubuh mereka adalah (ras )istimewa dan mereaka menganggap rendah bangsa non Arab di dunia Islam.
Setelah Al Mutawakkil, seoratng khalifah yang lemah naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi sejak saat itu kekuasaan bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian di rebut oleh bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selnajutnya beralih pada dinasti Seljuk.

5.Kemerosotan ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran. Pendapatan Negara menurun. Sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunya pendapatan karena makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, di peringanya pajak, sedangkan banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.13

6.Konflik keberagamaan
Konflik yang dilatar belakangi agama tak terbatas pada konflik anatara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja. Tetapi juga antara aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antar dua golongan ini di pertajam oleh Al Ma’mun, dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi Negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al Mutawakkil (847-861) aliran Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran Negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak toleranya pengikut Hambali (salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.

7.Ancaman dari luar
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasyiah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Pengaruh salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol, Hulago Khar, panglima tentara Mongol sangat membenci Islam karena ia banyak di pengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian.14

8.Pertentangan internal keluarga
Didalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al Mansur melawan Abdullah bin Ali pamanya sendiri dan Al Masum Al Mu’tasim melawan Abbas bin Al Ma’mun. Konflik ini meyebabkan keretakan psikologis yang dalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan dari luar.

9.Kehilangan kendali dan unculnya daulah-daulah kecil
Faktor kepribadian sangat menentukan pula keberhasilan seorang pemimpin. Kelemahan pribadi diantara kholifah Abbasyiah mengakibatkan kehancuran system khilafah. Terutama karena terbuai kehidupan mewah, perdana menteri seenaknya menentukan kebijakan para khalifah . mereka menggunakan kekuatan dari luar untuk mempertahankan pemerintahanya seperti orang Turki, Seljuk, dan Buwaihi-khawarizmi, kekuatan dari luar lebih mengakibatkan kehancuran.



D. Munculnya tiga kerajaan besar
1. Kesultanan Usmani
Didirikan oleh Usman, putra Artogol dari kabilah Oghuz di Mongol. Awalnya datang ke Turki untuk meminta suaka politik kepada penguasa Seljuk dari serangan tentara Mongol. Usman dipercaya menjadi panglima perang Dinasti Seljuk menggantikan ayahnya. Setelah Sultan Alauddin wafat, Usman mengambil alih kekuasaan, sejak itu berdirilah Dinasti Usmani.
Dinasti Usmani berbentuk kesultanan yang beribukota di Istanbul, Turki. Berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah, salah satunya suku Kayi. Usman bergelar “Pedisyah Al-Usman”, dibawah kepemimpinannya wilayah kesultanan semakin luas dengan menaklukan beberapa wilayah, seperti Azmir (1327 M), Tharasyanli (1356 M), Iskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galipoli (1356 M). Pada masa pemerintahan Muhammad Al-Fatih Kesultanan Usmani mengalami puncak kejayaan, dan dapat menaklukan wilayah Byzantum serta Konstantinopel (1453 M).
·         Pemerintahan dan Militer
Tingkatan paling tinggi dipegang oleh Sultan, tingkat kedua perdana menteri atau Sadrazan, tingkat ketiga gubernur atau Pasya, tingkat keempat bupati atau As-sawaziq atau Al-alawiyah. Sistem pemerintahan dan kekuasaan militernya berjalan baik. Muncul kelompok elite militer yang disebut janissary atau inkrisyriyah pada masa Orkhan bin Usman, kelompok ini merupakan kelompok penghancur negeri non-muslim.
·         Pengetahuan dan Budaya
Terjadi akulturasi dari beberapa negara seiring dengan meluasnya wilayah, yaitu kebudayaan Persia, Byzantium, dan Arab. Rakyat Usmani mengambil ajaran tentang etika dan tat krama dari kebudayaan Persia, organisasi dan kemiliteran dari Byzantum, dan ilmu arsitektur dari Arab. Dari ilmu arsitektur tersebut, berdirilah berbagai masjid yang bagus serta kaligrafi indah.
·         Agama
Muncul dua aliran tarekat, yaitu Bektsyi yang banyak pengaruhnya dibidang militer, dan Maulawiyah yang banyak pengaruhnya di lingkungan pejabat pemerintahan.

2. Kerajaan Safawi
Didirikan oleh Syah Ismail pada 907 H/1500 M di Tabriz, Persia (Iran). Awalnya sebuah gerakan tarekat yang bernama Safawiyah yang menjadi gerakan politik, dipimpin oleh Syekh Safifuddin Ishaq. Gerakan ini memasuki wilayah politik dan pemerintahan karena merupakan tarekat militer yang para pengikutnya berkeinginan memainkan peran politik untuk memperkokoh kekuasaannya. Kegiatan politik dipertajam pada pemerintahan Ismail, sehingga Ismail dianggap sebagai pendiri Kerajaan Safawi. Dibentuk semacam kesatuan tentara agama atau Qizilbasy (si kepala merah) pada pemerintahan Haidar.
Ismal menerapkan Syiah Isra Asyariah sebagai agama negara. Sebelumnya Persia berada di bawah kekuaaan Suni, maka ia mendatangkan ulama Syiah dari Iraq, Bahrein, dan Libanon untuk tujuannya. Program ini mengalami pertentangan yang berat, karena tidak mudah mengubah ideologi rakyat dari Suni ke Syiah. Banyak pula sastrawan dan ulama Suni yang dibunuh demi penerapan Syiah ini. Syah Ismail terus melanjutkan penaklukan sampai ke seluruh Iran, Heart maupun Diyarbakr (Turki), dan Baghdad dengan dukungan pasukan Qizilbasy.
Pada masa pemerintahan Syah Abbas (1588-1629) Kerajaan Safawi mengalami puncak keemasaan. Tidak hanya meredam konflik internal dan merebut wilayah yang melepaskan diri, tetapi Syah Abbas juga mampu melebarkan wilayahnya ke Tabriz, Sirwan, dan kep.Harmuz, bahkan pelabuhan Bandar Abbas. Syah Abbas ingin melepaskan diri dari ketergantungan dukungan kekuatan militer Qizilbasy, maka ia membentuk kekuatan militer yang terdiri dari budak Kaukakus dan Georgia. Strategi ini berhasil mengusir kekuatan Uzbek di Khirazan pada tahun 1598.

·         Pemerintahan dan Politik
Terbagi secara horozontal, yaitu didasarkan pada garis kesukuan atau kedaerahan, dan pembagian secara vertikal, yaitu mencakup dua jenis, istana (dargah) dan sekretariat negara (divan atau mamalik). Penyelenggaraan negara dipercayakan kepada para amir (kepala suku) tingkat atas dan wazir (menteri) yang tergabung dalam suatu dewan (jangi). Terdapat lembaga yang tercakup dalam dewan tersebut (majelis nivis) yang terdiri dari sejarawan istana, sekretaris pribadi Syah, dan kepala intelejen.
·         Ekonomi
Ekonomi dikendalikan langsung oleh pusat. Banyak memperkuat di bidang pertanian dengan memperbanyak pengalihan tanah negara menjadi tanah raja. Pertumbuhan ekonominya semakin baik karena stabilitas keamanan yang dinamis dan situasi dalam negeri yang terkendali. Pelabuhan Bandar Abbas menjadi jalur perdagangan antara Timur dan Barat sehingga sektor perdagangan semakin maju. Di bidang pertanian mengalami kemajuan terutama di daerah Bulan Sabit yang subur.
·         Ilmu Pengetahuan
Didirikan lembaga pendidikan Syiah oleh Syah Abbas, yaitu sekolah teologi untuk lebih memantapkan akan aliran Syiah. Beberapa nama ilmuwan, sastrawan, dan sejarawan Safawi antara lain, Muhammad bin Husain Al-Amili Al-Juba’i, Muhammad Baqir Astarabadi, Sarudin Muhammad bin Ibrahim Syirazi, dan Muhammad Baqir Majlisi.
·         Bangunan dan Seni
Kantor, masjid, rumah sakit, dan jembatan raksasa dibangun dengan gaya arsitektur yang indah. Di bidang seni, terlihat dalam kegiatan dan hasil dari kerajinan tangan, keramik, karpet, dan seni lukis.

3. Kerajaan Mogul
Didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M) di India. Babur diwarisi daerah Ferghana dari ayahnya ketika berusia 11 tahun. Berdirinya Kerajaan Mogul di India menimbulkan serangan dari Kerajaan Hindu, serangan ini dapat dikalahkan oleh Babur. Babur memerintah selama 30 tahun, setelah wafat digantikan putranya, Humayun yang hanya memerintah selama 9 tahun karena kondisi dalam negeri tidak aman dengan munculnya pemberontakan. Humayun meninggal dan digantikan oleh anaknya yang berusia 14 tahun, Akbar. Urusan pemerintahan diserahkan kepada Bairam Khan. Ketika Akbar dewasa, ia memperluas wilayah dengan menaklukan daerah Chundar, Ghond, Orisa, dan Asingah. Pemerintahan dijalankan secara militeristik, pemimpin daerah dipimpin ileh seorang komandan (sipah saleh). Terjadi kemajuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi dan pertanian, yang dipacu oleh stabilitas politik yang aman dan pemerintahan yang stabil. Karya Malik Muhammad Jayadi yang berjudul “Padmayat” menjadi karya sastra yang paling menonjol. Demikian juga pembangunan masjid indah dan megah yang berlapis mutiara yang disebut “Taj Mahal”.

REFERENSI

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, http://m.cybermg.com,.11september2009
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Kencana, Bogor, 2003
W.Mantyomery, Kejayaan Islam, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1990
 Tohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Tidak ada komentar: