SELAMAT MEMBACA

Senin, Maret 19, 2012

Kasus Seputar Ijtihad

Dasar sumber-sumber ijtihad adalah Al-Quran, Sunnah, Akal dan Ijma'. Namun demikian, dari keempat sumber ini, bukan berarti tidak terbuka kemungkinan untuk tidak ditemukannya ketentuan hukum dari keempatnya. Atau, didapatkan hasil kesimpulan yang tidak kokoh. Atau, dalil-dalil yang ada tidak cukup untuk mendukung kasus yang ada.
Karena itu, terhentinya atau tidak dibenarkannya ber-ijtihad dapat memastikan bahwa fiqih dan pembahasan pun akan terhenti. Maka masalah yang timbul di masa kini tidak akan teratasi. Satu hal lain yang mendasar bahwa muslimin akan terhenti dalam ruang lingkup kehidupan yang tradisional (lampau), serta tidak memiliki kesempatan mengembangkan akal pikiran manusia.
Dengannya orientasi hidup hanya kembali ke alam kehidupan dahulu dan tidak akan membentuk opini kehidupan yang mendatang, konsekuensinya adalah hukum Islam menjadi hukum yang menindas kemanusiaan. Padahal yang dikenal bahwa muslim yang mengenal Islam itu membela dan membangun kehidupan kemanusiaan.
Kasus yang terjadi sekarang adalah dengan tertutupnya ijtihad, maka setiap muslim telah menjadi mujtahid pada posisinya. Karena, sebagai tuntutan hidup yang nyata, seorang muslim harus hidup dalam hukum, padahal banyak persoalan kehidupan yang dijalani dan harus dipecahkannya tidak terdapat di buku para mujtahid terdahulu.
Tanpa disadari, mereka menyimpulkan hukum dari sumber-sumber hukum yang ada (ber-ijtihad). Maka jadilah muslim yang awam tersebut sebagai mujtahid, walaupun terbatas hanya untuk dirinya. Fenomena ini tidak terhindar karena kenyataan adanya tuntutan Islam dan perjalanan masa/waktu, yang memojokkan manusia untuk meletakkan dirinya pada hukum. Meskipun pada dasarnya hukum yang dijadikan sandaran tersebut tidak diketahui keabsahan dan kebenarannya.
Dan contoh-contoh lainnyaseperti: do’a terhadap orang mati. Ada golongan-golongan yang menyatakan bahwa berdo’a kepada orang mati, bersedekah dan membaca Al-Qur’an tidak berguna dengan dalil.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى {النجم/39}
 Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah ia kerjakan.” (An-Najm: 39)
Hal itu tentu bertentangan dengan banyak ayat yang menyuruh kita mendo’akan orang mati. Dalam ayat lain tercantum:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ {الحشر/10}
Orang-orang yang datang setelah mereka berkata, yaa Allah ampunilah kami dan saudara kami yang telah mendahului kami dnegan beriman.” (Al-Hasyr: 10)
Juga termasuk mengetahui ayat yang berlaku umum atau ‘aam (عام)  dan yang khusus atau khas (خاص); yang mutlak (tanpa kecuali) dan yang muqayyad (yang terbatas); yang nasikh (hukum yang mengganti) dan yang mansyukh (hukum yang diganti); dan asbaabun nuzul (sebab turunnya) ayat untuk membantu dalam memahami ayat tersebut.

Tidak ada komentar: