SELAMAT MEMBACA

Sabtu, Maret 17, 2012

MAKALAH ALIRAN - ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

Setelah psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan sistematika dan metode-metodenya sendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan demikian timbul apa yang disebut aliran-aliran dalam psikologi Sejak jaman dahulu aliran-aliran dalam satu bidang ilmu sangat penting artinya untuk membina semangat para ahli dalam berkompetisi menermukan kebenaran, dan tak kalah pentingnya dengan adanya aliran-aliran ini, para ahli dapat saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain. Untuk lebih memahami aliran tersebut berikut akan penulis sajikan beberapa aliran dalam ilmu psikologi;

A. Strukturalisme 
Aliran Strukturalis atau Strukturalisme merupakan suatu pendekatan ilmu humanis yang mencoba untuk menganalisis bidang tertentu (misalnya, mitologi) sebagai sistem kompleks yang saling berhubungan. Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai salah satu tokoh penggagas aliran ini, meskipun masih banyak intelektual Perancis lainnya yang dianggap memberi pengaruh lebih luas. Aliran ini kemudian diterapkan pula pada bidang lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, psikoanalisis , teori sastra dan arsitektur. Ini menjadikan strukturalisme tidak hanya sebagai sebuah metode, tetapi juga sebuah gerakan intelektual yang datang untuk mengambil alas eksistensialisme di Perancis tahun 1960-an.
Menurut Alison Assiter, ada empat ide umum mengenai strukturalisme sebagai bentuk ‘kecenderungan intelektual’. Pertama, struktur menentukan posisi setiap elemen dari keseluruhan. Kedua, kaum strukturalis percaya bahwa setiap sistem memiliki struktur. Ketiga, kaum strukturalis tertarik pada ‘struktural’ hukum yang berhubungan dengan hidup berdampingan bukan perubahan. Dan terakhir struktur merupakan ‘hal nyata’ yang terletak di bawah permukaan atau memiliki makna tersirat.
Strukturalisme memiliki berbagai tingkat pengaruh dalam ilmu sosial, dan pengaruh sangat kuat dapat terlihat di bidang sosiologi. Aliran Strukturalis menyatakan bahwa budaya manusia harus dipahami sebagai sistem tanda (system of signs). Robert Scholes mendefinisikannya sebagai reaksi terhadap keterasingan modernis dan keputusasaan. Para kaum strukturalis berusaha mengembangkan semiologi (sistem tanda). Ferdinand de Saussure adalah penggagas strukturalisme abad ke-20, dan bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Course in General Linguistics, yang ditulis oleh rekan-rekan Saussure setelah kematiannya dan berdasarkan catatan para muridnya. Saussure tidak memfokuskan diri pada penggunaan bahasa (parole, atau ucapan), melainkan pada sistem yang mendasari bahasa (langue). Teori ini lalu muncul dan disebut semiologi. Namun, penemuan sistem ini harus terlebih dahulu melalui serangkaian pemeriksaan parole (ucapan). Dengan demikian, Linguistik Struktural sebenarnya bentuk awal dari linguistik korpus (kuantifikasi). Pendekatan ini berfokus pada  bagaimana sesungguhnya kita dapat mempelajari unsur-unsur bahasa yang terkait satu sama lain  ’sinkronis’ daripada ‘diakronis’. Akhirnya, dia menegaskan bahwa tanda-tanda linguistik terdiri atas dua bagian, sebuah penanda (pola suara dari sebuah kata, baik dalam proyeksi mental – seperti pada saat kita membaca puisi untuk diri kita sendiri dalam hati – atau sebenarnya, realisasi fisik sebagai bagian dari tindak tutur) dan signified (konsep atau arti kata). Ini sangat berbeda dari pendekatan sebelumnya yang berfokus pada hubungan antara kata dan hal-hal di dunia dengan referensinya.
Psikologi struktural atau strukturalisme merupakan studi analitis tentang generalisasi pikiran manusia dewasa melalui metode introspeksi. Dalam hal ini psikologi dimaksudkan untuk mempelajari isi (konten) pikiran, sehingga sistem ini kadang juga disebut dengan psikologi konten.
Pendekatan psikologi stukturalisme berasal dari Wilhelm Wundt yang dipelopori di amerika oleh muridnya Edward Bradford Titchener. Perlu ditekankan bahwa psikologi strukturalisme ditemukan oleh Wundt sedangkan Titchener hanyalah satu dari sekian banyak murid yang dimiliki oleh Wundt, tetapi Titchener-lah yang berupaya membawa psikologi Wundt ke amerika dengan mempertahankan konsep aslinya.
Dalam konsep dan sistem ini. Psikologi strukturalisme dari Wundt dan Titchener memiliki 3 tujuan :
1.      Menggambarkan komponen-komponen kesadaran sebagai elemen-elemen dasar,
2.      Menggambarkan kombinasi kesadaran sebagai elemen-elemen dasar tersebut, dan
3.      Menjelaskan hubungan elemen-elemen kesadaran dengan sistem saraf
Kesadaran diatas diartikan sebagai pengalaman langsung. Pengalaman langsung yaitu pengalaman sebagaimana hal itu dialami. Hal ini berbeda dengan pengalaman antara. Pengalaman antara yaitu diwarnai oleh isi yang sudah ada dalam pikiran, seperti asosiasi sebelumnnya dan kondisi emosional serta motivasional seseorang. Dengan demikian, pengalaman langsung diasumsikan tidak dipengaruhi oleh pengalaman antara. Psikologi strukturalisme berupaya mempertahankan integritas psikologi dengan membedakannya dari fisika. Fisika mempelajari dunia fisik atau materi, tanpa merujuk pada manusia dan melalui metode observasional berupa inspeksi yang dikendalikan dengan hati-hati. Psikologi mempelajari dunia, dengan merujuk pada manusia yang mengalami sesuatu, melalui metode observasional berupa introspeksi terkontrol atas isi kesadaran.
Subjek pembahasan yang tepat bagi psikologi struktural adalah proses kesadaran dan bebas dari asosiasi. Sehingga Wundt dan Titchener berpendapat, psikologi harus terbebas dari kekuatan metafisika, pikiran awam dan kepentingan kegunaan atau terapan yang akan merusak intergritasnya.
Sedangkan metode eksperimental yang digunakan untuk memastikan ketepatan analisis isi mental adalah introspeksi. Teknik pelaporan diri ini merupakan pendekatan klasik untuk menggambarkan pengalaman pribadi. Sehingga introspeksi hanya akan dianggap valid jika dilakukan oleh para ilmuwan yang sangat terlatih, bukan oleh pengamat awam.
Disamping kelemahan psikologi struktural dalam pandangan fungsionalisme yaitu hanya sekedar mempelajari isi dan struktur yang terlibat dalam proses-proses mental, psikologi struktural memiliki kontribusi positif dalam bidang ilmu psikologi. Sistem ini mendorong psikologi menjadi ilmu pengetahuan. Wundt mendeklarasikan sebuah disiplin formal yakni psikologi yang didasarkan pada formulasi-formulasi ilmiah sehingga psikologi diakui sebagai ilmu pengetahuan.

B. Fungsionalisme
a. Konsep Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang menekankan pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis. Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsifungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan.
Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan fungsionalisme berlawanan dengan pendahulunya, yaitu strukturalisme. Aliran fungsionalisme juga keluar dari pragmatism sebagai sebuah filsafat. Aliran fungsionalisme berbeda dengan psikoanalisa, maupun psikologi analytis, yang berpusat kepada seorang tokoh. Fungsionalisme memiliki macam-macam tokoh antara lain Willian James, John Dewey, J.R.Anggell dan James Mc.Keen Cattell .


b. Tokoh-tokoh
John Dewey (1859-1952
Latar belakangnya adalah seorang guru dan mendapat gelar PH.D dalam bidang filsafat. Ia kemudian mengajar di University of Chicago dan ikut dalam perkembangan fungsionalisme di Chicago. Tahun 1904 pindah ke Columbian University dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya.
Pandangan utamanya bahwa sebuah aksi psikologis adalah suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipecah ke dalamm bagian-bagian atau elemen (seperti yang dilakukan oleh strukturalisme). Maka setiap psychological events tidak bisa dipandang sebagai konstruk-konstruk abstrak. Akan lebih bermanfaat apabila difokuskan pada fungsi psy. Events tersebut, yaitu dalam konteksnya sebagai adaptasi manusia.

James Rowland Angell (1867-1949)
Berasal dari keluarga terpelajar, ayah dan kakeknya pernah menjabat sebagai rektor dari universitas besar di AS. Ia memperoleh gelar M.A. dari Harvard dan menjadi murid William James di sana. Sepanjang karirnya ia tidak pernah mendapat gelar Ph.D namun memperoleh 23 gelar doktor honoris causa. Ia menjabat kepala departemen psikologi dan pernah menjabat sebagai presiden dari APA.
Functional psychology adalah sebuah studi tentang operasi mental, mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme menekankan pada totalitas dalam hubungan mind and body.

Harvey A. Carr (1873-1954)
Carr menggantikan Angell sebagai Kepala Departemen Psikologi di Chicago setelah menerima gelar Ph.Dnya. Pada masa ini fungsionalisme sudah menjadi aliran yang mapan dan tidak terlalu bersaing lagi dengan strukturalisme.
Bagi Carr, aspek penting dari psikologi adalah perilaku adaptif manusia. Ia menjelaskan berbagai fungsi mental manusia (perception, learning, emotion dan thinking )dengan kerangka berpikir perilaku adaptif manusia.
c. Ciri – ciri Fungsionalisme
Aliran fungsionalisme memiliki beberapa ciri khas, yaitu :
·         Menekankan pada fungsi mental dibandingkan dengan elemen-elemen metal.
·         Mampuan individu untuk berubah sesuai tuntutan dalam hubungannya dengan lingkungan adalah sesuatu yang terpenting.
·         Sangat memandang penting aspek terapan atau fungsi dari psikologi itu sendiri bagi berbagai bidang dan kelompok manusia.
·         Aktivitas mental tidak dapat dipisahkan dari aktivitas fisik, maka stimulus dan respons adalah suatu kesatuan.
·         Psikologi sangat berkaitan dengan biologi dan merupakan cabang yang berkembang dari biologi.
·         Menerima berbagai metode dalam mempelajari aktivitas mental manusia, Metode yang digunnakan sangat tergantung dari permasalahan yang dihadapi.

d. Metode – metode dalam Fungsionalisme
Aliran ini mempelajari fungsi dan tingkah laku atau proses mental, bukan hanya mempelajari struktural. Metode yang dipakai oleh aliran fungsionalisme dikenal sebagai metode observasi tingkah laku dan instropeksi .
1. Metode observasi tingkah laku terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a.       Metode Fisiologis
Menguraikan tingkah laku dari sudut pandang anatomi dan ilmu faal. Jadi, mempelajari perilaku yang dikaitkan dengan organ-organ tubuh dan sistem sarafnya.
b.      Metode Variasi Kondisi
Tidak semua tingkah laku manusia dapat dijelaskan dengan anatomi dan fisiologi, karena manusia mempunyai sudut psikologis. Metode variasi kondisi iniah yang merupakan metode eksperimen dari aliran fungsionalisme.
2. Metode Instrospeksi
Stimulus berasal dari lingkungan secara alamiah, bisa pada banyak bagian sekaligus sehingga jiwa menunjukkan fungsinya. Metode ini terlalu bersifat subjektif sehingga sulit di sistematikan dan sulit dikuantitatifkan.

e. Aliran dalam Fungsionalisme
Fungsionalisme mempunyai 2 (dua) aliran, namun pendiri fungsionalisme itu sendiri adalah :
1. Aliran Fungsionalisme Chicago
Terdapat banyak tokoh Fungsionalisme di Universitas Chicago sehingga dapat dikatakan menjadi aliran tersendiri yang disebut Fungsionalisme Chicago.
a)      John Dewey (1859-1952)
Pada tahun 1886 menulis buku yang berjudul “Psychology” dan dalam bukunya ini beliau mengenalkan cara orang Amerika belajar ppsikologi yaitu melalui cara pragmatisme. Sarjana-sarjana di Amerika kurang tertarik dengan pertanyaan “Apakah jiwa itu?” tetapi lebih tertarik pada pertanyaan “Apakah kegunaan jiwa?” John Dewey juga menganjurkan metode yang Ia sebut dengan Learning by doing (belajar sambil melakukan) Dewey berpendapat bahwa segala pemikiran dan perbuatan harus selalu mempunyai tujuan, oleh karena alasan itulah ia menentang teori elementarisme.

b. James Rowland Angell
James memiliki tiga pandangan terhadap fungsionalisme, yaitu:
§  Fungsionalisme adalah psikologi tentang “mental operation” (aktivitas bekerjanya jiwa) sebagai lawan dari psikologi tentang elemen-elemen mental,
§  Fungsionalisme adalah psikologi tentang kegunaan dasar-dasar kesadaran. Ini juga disebut sebagai teori emergensi dari kesadaran,
§  Fungsionalisme adalah psiko-phisik, yaiitu psikologi tentang keseluruhan organisme yang terdiri dari badan dan jiwa.



2. Aliran Fungsionalisme Columbia
Selain di Chhicago, Fungsionalisme juga mempunyai banyak tokoh di Teachers College Columbia yang disebut aliran Columbia. Ciri aliran ini adalah
kebebasannya meneliti tingkah laku yang dianggap sebagai kesatuan yang tak
dapat dipisahkan dan psikologi tak perlu ersifat deskriptif karena yang penting
adalah korelasi tingkah laku dengan tingkah laku lain.

a. James MC Keen Cattel (1866-1944)
Keen Cattel mengusung teori mengenai kebebasan dalam mempelajari tingkah laku. Ia mempunyai dua pandangan mengenai aliran fungsionalisme, yaitu:
·         Fungsionalisme tidak perlu menganut paham dualisme karena manusia dianggap sebagai keseluruhan yang merupakan suatu kesatuan,
·         Fungsionalisme tidak perlu deskriptif dalam mempelajari tingkah laku, karena yang penting adalah fungsi tingkah laku. Sehingga yang harus dipelajari adalah hubungan (korelasi) antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya.

b.Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Edward Lee pernah bekerja di “Teachers College of Columbia” dibawah kepemimpinan James Mc. Keen Cattel. Thorndike lebih menekankan penelitiannya pada cara dan dasar belajar. Dasar pembelajaran yaitu asosiasi dan cara coba-salah (trial and error). Ia merumuskan beberapa prinsip:
·         The Law of Effect yaitu hukum yang menyatakan intensitas hubungan antara stimulus-respons akan meningkat jika mengalami keadaan yang menyenangkan, sebaliknya akan melemah jika keadaan tak menyenangkan.
·         The Law of Exercise atau The Law of use and disuse adalah hukum bahwa stimulus-respons dapat timbul atau didorong dengan latihan berulangulang.

C. Psikoanalisis

a. Konsep psikianalisa
psikologi  adalah salah satu disiplin ilmu yang berupaya menjelaskan perilaku manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa di dalam disiplin psikologi ini terdapat banyak cabang yang meski sama-sama menjelaskan faktor-faktor determinan perilaku manusia, namun tak jarang bertolak belakang secara ekstrem. Salah satu titik ekstrem adalah aliran behavioristik, beserta derivatnya, yang berkeyakinan bahwa segala macam perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya yang disebutnya stimulus. Tujuan perilaku manusia adalah merespon stimulus ini. Sedangkan di ujung lainnya berdiri aliran Psikoanalisa yang dikomandani oleh Sigmund Frued, beserta derivatnya. Aliran ini berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah sadar. Di antara kedua ekstrem tersebut bercecer aliran-aliran lain yang merupakan konvergensi dari ke dua ekstrem tersebut.
Sigmund Frued, pendiri Psikoanalisa, adalah ahli psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia,bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Selain itu, dengan memfokuskan pada salah satu aliran saja diharapkan bisa mengenal lebih mendalam pemanfaatan psikologi bagi kehidupan.

c.       Perilaku Dari Sudut Pandang Psikoanalisa

Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur : kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi : Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan dijelaskan nanti, masing-masing sistem atau instansi memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri.


1.Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi  seseorang.
Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki  untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus prosen sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni :
1)      Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif;
2)      Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ), yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ).
 Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
2.Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
Aktivitas Ego tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
3.Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
d.      Persepsi tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual pada masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik.
Namun menurut Gerald Corey mengutip perkataan Kovel, dengan tertumpu pada dialektika antara sadar dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran Freud luluh. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu dimana rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
e.       Perampungan tingkat psikoseksuil
Kematangan pribadi bergantung pada keberhasilan yang diperoleh dalam perampungan (tingkatpsikoseksuil) yang terdiri dari: Tingkatoral, terjadi pada tahun pertama Tingkat Anal, terjadi 3 atau 4 tahun Tingkat Phalik: terjadi sekitar umur 5-7 tahun
(1)Kompleks Oedipus,
(2)kompleks elektra Tingkat latensi,
Terjadi pada usia 8-12 tahun Tingkat genital, mulai pada permulaan pubertas dan berlangsung terus sampai dewasa.

f.        Kesadaran dan ketidaksadaran
Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul merupakan konsekuensi logisnya.
Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti:
a.       mimpi; hal ini merupakan pantulan dari kebutuhan, keinginan dan konflik yang terjadi dalam diri,
b.       salah ucap sesuatu; misalnya nama yang sudah dikenal sebelumnya,
c.        sugesti pasca hipnotik,
d.      materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas, dan
e.       materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi simbolik dari simptom psikotik.
Sedangkan kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan di himpun dalam alam ketidaksadaran.
f.     Kecemasan
GeraldCoreymengartikankecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita untuk berbuat sesuatu. Kecemasan berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang.
Sedangkan menurut Calvin S. Hall dan Lindzey, kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral.
1)      kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata.
2)      kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan
3)      kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.

g.      Perkembangan kepribadian
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu:
1)      tahap oral,
2)      tahap anal: 1-3 tahun,
3)      tahap palus: 3-6 tahun,
4)      tahap laten: 6-12 tahun,
5)      tahap genetal: 12-18 tahun,
6)      tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.

h.      Defence Mechanisme
Selain Id dan Superego, menurut Frued, ada mekanisme lain yang juga berpengaruh terhadap perilaku manusia, terutama perilaku yang tidak sehat . Mekanisme ini dinamakan defence mechanisme atau mekanisme pertahanan diri. Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Freud sebagai berikut : Such defense mechanisms are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptable impulses may reemerge. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri.
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya. ( Sumber : e-Psikologi.Com )
Mekanisme pertahanan melindungi ego anda dari kritik-kritik yang tidak adil dari super ego anda dan dari dorongan-dorongan Id anda yang tidak dapat diterima yakni:
a.       Represi
b.      SupresiReaction
c.       Formation (PembentukanReaksi) Fiksasi
d.      Regresi
e.       Menarik Diri
f.       Mengelak
g.      Denial (Menyangkal Kenyataan)
h.      Fantasi
i.        Rasionalisasim
j.        Intelektualisasi
k.      Proyeksi.

D. Gestalt
a. Konsep Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu.

b. Tokoh –tokoh Gestalt
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887- 1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang mkita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi prosesm mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt. Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a)      Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b)      Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
c)      Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan.

4. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi thn 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Kohler dan mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun. Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Salah suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan. Berdarkan kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam 3 jenis :
a)      Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict).
b)      Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict).
c)      Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict).

c. Prinsip Dasar Gestalt
a.      Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground.
b.      Prinsip-prinsip pengorganisasian:
o   Principle of Proximity
o   Principle of Similarity
o   Principle of Objective Set
o   Principle of Continuity
o   Principle of Figure and Ground
o   Principle of Isomorphism.
d.  Hukum – hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
Empat hukum tambahan yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu :
1.      Hukum keterdekatan
2.      Hukum ketertutupan
3.      Hukum kesamaan
4.      Hukum kontinuitas.

e.       Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar
Sebelum membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsipprinsip belajar menurut teori ini yaitu:
a.       Belajar berdasarkan keseluruhan
b.      Belajar adalah suatu proses perkembangan
c.       Siswa sebagai organisme keseluruhan
d.      Terjadinya transfer
e.       Belajar adalah reorganisasi
f.       Belajar dengan insight
g.      Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan.
h.      Belajar berlangsung terus-menerus.

E. Behaviorisme
a. Konsep Behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam.m Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap manusia tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah penelitian tentang perilaku binatang yang sebelumnya dikondisikan.
Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan dalam bidang pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode modifikasi perilaku. Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law of enforcement, yakni :
a.      ClassicalCondtioning
Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.

b. Law of Effect
Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan cenderung diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan akan cenderung dihentikan.

c.
Operant Conditioning
Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku (penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan (penguat negatif).

a.      Modelling Munculnya
perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi (model) Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru.

b.      Prisip dasar Behavirisme:
Ø  Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
Ø  Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
Ø  Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
Ø  Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
Ø  Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
Ø  Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.

c.       Tokoh – tokoh Behaviorism
1.        John B. Watson
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan.
Tiga prinsip dalam aliran behaviorisme:
1)      menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.
2)      Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari.
3)      Memusatkan pada perilaku hewan.

2.        B.F. Skinner
”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu . Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:
1)      Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled);
2)      Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego ;
3)      Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

3.        Edward Lee Thorndike (Connectionism )
Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara stimulus dan respon. Eksperimennya berupa kucing yang dimasukkan ke dalam sangkar tertutup yang apabila pintunya dapata dibuka, secara otomatis knop di dalam sangkar menutup untuk menguji teori trial and error. Ciri “ciri belajar Trial and Error adalah adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap situasi, ada eliminasi terhadap respon yang salah, ada kemajuan reaksi“ reaksi mencapai tujuan. Sehingga ia menemukan hukum berikut ini :
  • Hukum Kesiapan ( Law of Readiness )
  • Hukum Latihan ( Law of Exercise )
  • Hukum Efek ( Law of Effect )
4.        Ivan Pavlov ( Classical Conditioning )
Dari eksperimen yang dilakukan terhadap seekor anjing, Pavlov menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  • Law of Respondent Conditioning ( Pembiasaan )
  • Law of Respondent Extinction ( Pemusnahan )

5.         Albert Bandura ( Social Learning )
Teori Bandura memandang perilaku individu tidak semata-semata refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip teori belajar sosial ( teori observational learning ) bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral melalui proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.

F. Humanistik
a. Konsep Humanistik
Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan menurut Istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan yang hakiki. Jelasnya, humanisme adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya.
Perhatian Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.

b.      Ajaran-Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik ini direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaran-ajaran dasar psikologi humanistik yang akan kita bahas untuk sebagian besar berasal dari Maslow. Ajaran-ajaran yang disampaikannya antara lain:
  1. Individu sebagai keseluruhan yang integral
  1. Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
  1. Pembawa baik manusia
  1. Potensi kreatif manusia
  1. Penekanan pada kesehatan psikologis

c. Tokoh-Tokoh Humanistik
1. Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami prilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah prilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, prilaku dalamlah yang membedakan seseorang dengan yang lainnya. Combs dan kawan-kawan selanjutnya mengatakan bahwa prilaku buruk itu seungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mmempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh gurunya. Apabila guru memberikan aktifitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang fositif. Para ahli Humanistik melihat adanya dua bagian pada learning, ialah:
1. Pemerolehan informasi baru
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa  salah kalau guru beranggapan bahwa murid-muridnya akan sudah belajar kalau bahan pelajaran yang di susun secara rapi dan disampaikan dengan bagus. Sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan pelajaran itu, murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya.
2. Abrahama H. Maslov
Dia dikenal sebagai salah satu tokoh yang menonjol dari psikologi humanistik. Karyanya dibidang pemenuhan kebutuhan mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam upaya memahami motivasi manusia. Sebagian besar dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal:
  1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang,
  2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (Self).
Menurut Maslov ada beberapa kebutuhan, terutama kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, yang lebih asasi. Kemudian ada pula kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
Secara terperinci apa yang disampaikan Maslov dapat dilihat dalam penjelasan berikut. Maslow membagi kebutuhan tersebut menjadi 5 secara garis besar, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologi.
2. Kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa saling memiliki.
4. Basic need: self-esteem need.
5. Metaneed: self actualization need.

3. Carl R. Rogers
Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. Lewat karya-karyanya yang tersohor seperti Freedom to Learn and Freedom to learn for the 80’s, ia menunjukkan sejumlah prinsif-prinsif belajar humanistik yang penting, di antaranya ialah:
1.     Hasrat untuk belajar
2.   Belajar yang berarti
3.   Belajar tanpa ancaman
  1. Belajar atas inisiatif sendiri
  1. Belajar dan perubahan

Menurut rogers bahwa belajar yang paling bermanfaat itu ialah belajar tentang proses belajar. Di waktu lampau murid belajar mengenai fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat berubah, dan apa yang dipelajari di sekolah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan pada masa itu. Tapi sekarang dunia sudah berubah, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat canggih. Apa yang dipelajari dimasa lampau tidaklah cukup untuk membekali seseorang pada masa sekarang.

d.       Aplikasi Psikologi Humanistik
Mengenai aplikasi psikologi humanistik ini akan diketengahkan satu hal yaitu psikologi humanistik dan pengajaran. Jadi akan difokuskan pembahasannya dalam hal pembelajaran.
Bagian ini berisi informasi tentang bagaimana para psikoloigi humanistik berupaya menggabungkan ketrampilan dan informasi kognitif dengan segi-segi afektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu akan dibicarakan tiga macam program, yaitu Confluent Education, Open Education dan Cooperative Learning.
1. Confluent Education
Cooperative Learning adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.

2. Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas (1972), Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:
1. Kemudahan belajar tersedia
2. Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat,
3. Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar,
4. Pengajaran,
5. Penilaian,
6. Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional,
7. Persepsi guru sendiri,
8. Asumsi tentang para siswa dan proses belajar.
Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan.

3. Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:
1. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik Cooperative Learning itu ada empat macam, yaitu:
·         Team-Games-Tournament.
·          Student Teams-achievement Divisions.
·         Jigsaw.
·         Group Investigation.
e.       Evaluasi Humanistik
  • Aliran humanistic menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sbg ilmu tentang manusia
  • Kritik terutama diarahkan pada perspektif dan metodenya yang subyektif, dan tidak reliable.
Berlawanan dengan perkiraan para ahli yang menentangnya, aliran humanistic bertahan dan bahkan semakin banyak pengikutnya. Humanistik bahkan dapat dikatakan sebagai agama untuk sementara ahli.

G. Kognitif
a. Konsep kognitif
Psikologi kognitif adalah kajian tentang bagaimana otak/ pikiran kita
bekerja,bagaimana kita berpikir, bagaimana kita mengingat dan akhirnya bagaimana kita belajar. kognitif Berasal dari kata kognisi yang berarti kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang di lakukan adalah mendapatkan ilmu pengetahuan dengan cara mengingat, menghapal, memahami, menganalisis, menalar, membayangkan dan berbahasa, Dan bisa diartikan sebagai intelgensi.
Cakupan dari kognisi sangatlah banyak, diantaranya adalah psikologi, filsafat, komunikaasi dan neurosains. Dalam sejarahnya, kognisi berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya mengetahui, dapat diartikan sebagai cara atau pemahaman untuk mendapatkan pengetahuan.
Pada dasarnya, kognisi dipakai oleh filsafat untuk mengetahui gejala alam dan manusia, seiring dengan perkembangan zaman, kognisi memperluas daerah cakupannya menuju psikologi. Dan oleh kalangan umum sekarang dikenal sebagai psikologi kognitif.

b. Tokoh psikologi kognitif
Berikut  tokoh yang mempengaruhi adanya psikologi kognitif:
v  Jean Piaget (1896-1980)
Piaget adalah tokoh penting dalam psikologi perkembangan (kognitif). Dalam teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang psikologi tetapi juga sangat besar pengaruhnya di bidang pendidikan.
Piaget mempunyai teori disebut sebagai konsep keecerdasan. Baginya berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotifasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Dalam hal ini Piaget membagi skema menjadi empat priode:
a.       Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
b.      Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
c.       Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
d.      Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

c.       Peran psikologi kognitif
Psikologi kognitif memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, karena tujuan dari psikologi kognitif sendiri adalah untuk mencapai ilmu pengetahuan. Adapun peranan tersebut sebagai berikut:
a.       Sebagai proses mental untuk mendapat pengetahuan yang berperan penting dalam study-study psikologi manusia.
b.      Pandangan psikologi kognitif dapat digunakan pada proses-proses konseling dan bimbingan melalui pendekatan dalam psikologi.
c.       Melalui prinsip kognitif seseorang dapat mengembangkan infor
d.      masi yang didapat dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

H. Transpersonal
a. Pengertian Transpersonal
Transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans yang berarti melewati dan personal yang berarti pribadi atau psikis. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States of Consciosness).
Dua unsur penting aliran transpersonal adalah potensi luhur seperti keruhanian, pengalaman mistik dan lain sebagainya. Unsur penting yang kedua adalah corak kesadaran yaitu memasuki alam kebatinan, pengalih dimensi meditasi.

b. Konsep-Konsep Aliran Psikologi Transpersonal
1.      Pengalaman puncak
-          Merasa damai atau tenang
-          Merasa harmonis dan menyatu dengan alam
-          Memiliki pemahaman yang mendalam
2.      Transendensi diri
-       Mengacu pada pengalaman langsung akan sesuatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan alam semesta
3.      Kesehatan jiwa optimal
-          Pemahaman dan pemenuhan diri
-          Mampu melakukan coping dengan baik

c.    Tokoh – Tokoh Aliran Transpersonal
 Psikologi transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti Abraham Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart dan lainnya. Dengan melihat dari para tokoh awalnya maka dapat diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik. Yang membedakan antara psikologi humanistik dan psikologi transpersonal adalah di dalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. Beberapa kalangan berpendapat bahwa bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi oleh para ahli-ahli agama dan juga praktisi mistisme, namun ternyata dalam perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas dalam ilmu pasti.
Secara garis besar seperti yang dikemukakan oleh Lajoie dan Shapiro dalam Journal of Transpersonal Psychology didefinisikan psikologi transpersonal sebagai studi mengenai potensi tertinggi dari manusia melalui pengenalan, pemahaman dan realisasi terhadap keesaan, spiritualitas dan kesadaran-transendental. Psikologi transpersonal juga melepaskan diri dari keterikatan berbagai bentuk agama yang ada. Namun walau demikian dalam penelitiannya psikologi transpersonal mengkaji pengalaman spiritual yang dialami oleh para ahli spiritual yang berasal dari berbagai macam agama sebagai subjek penelitiannya.

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu dari tahun ketahun semakin menampakkan kapasitasnya, terutama konstribusinya dalam menyikapi kejiwaan seseorang. Psikologi juga merupakan gagasan-gagasan mengenai sesuatu yang menyangkut tentang tingkah laku manusia dan lingkungan sekitarnya melalui pengalaman-pengalaman yang dialami.
Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu sekaligus orang pertama kali mencetuskan Ilmu  Psikologi dan laboratorium lepzig jerman. Wundt mendeklarasikan sebuah disiplin formal yakni psikologi yang didasarkan pada formulasi-formulasi ilmiah sehingga psikologi diakui sebagai ilmu pengetahuan.
Aliran-aliran psikologi dalam menyikapi kejiwaan seseorang cenderung berbeda. aliran psikoanlisis menyatakan dalam jiwa seseorang terdapat Id, Ego, dan Superego, dan lebih memfokuskan pada ketidak sadaran seseorang Lain lagi dengan aliran Gestalt yang menyatakan bahwa, persepsi manusia terjadi secara menyeluruh bukan spotong-sepotong atau parsial. Sedangkan behaviorisme menyatakan bahwa psikologi hanya memusatkan perhatian pada apa yang dilakuakn oleh orang lain. Dan untuk aliran humanistik menyatakan bahwa untuk memahami perilaku seseorang terletak pada sipelaku bukan sipengamat Saran-saran.
Sumber Referensi :
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT.RajaGrafindo      Persada.
Sarwono Sarlito W. Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Pers.
Boeree, C. Geroge. 2007. Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Modern. Jakarta : Primasophie.
Rahman Shaleh, Abdul. Psikologi. Kencana Prenada Media Group.

1 komentar:

Nur Azizah mengatakan...

ealah blognya humam hehe